Cukup banyak yang mengira kalau main saham itu sama saja dengan jual beli barang di pasar,beli pagi-jual sore- lalu langsung untung. Padahal kalau hanya melihat saham dari sisi itu, maka arahnya sudah bukan lagi investasi, tapi spekulasi. Dan kalau sudah berbicara soal spekulasi, ujung-ujungnya bisa mengarah ke perjudian.
Bayangkan seseorang datang ke pasar, membeli saham hanya karena mendengar bisikan teman atau ikut-ikutan tren, lalu berharap dalam sehari atau seminggu harga langsung naik. Kalau naik, senang- kalau turun, panik. Ini sama seperti menunda nasib, berharap untung tanpa dasar, tanpa analisis, dan tanpa melihat bagaimana perusahaan itu benar-benar bekerja.
Padahal, hakikat dari saham itu adalah tanda kepemilikan. Dengan membeli saham, seseorang sejatinya ikut menanamkan modal dalam sebuah usaha. Artinya ia ikut menanggung risiko dan juga berhak mendapat bagian dari hasil yang diperoleh perusahaan. Kalau perusahaan tumbuh, nilai investasinya ikut naik. Kalau perusahaan rugi, ya investor juga ikut merasakan. Jadi ada keadilan di dalamnya, tidak semata-mata untung instan.
Itulah kenapa investasi saham seharusnya dilihat dalam jangka panjang. Investor menaruh dananya di perusahaan yang sehat, dengan harapan usaha itu berkembang, membuka lapangan kerja, menghasilkan produk, dan memberi manfaat bagi banyak orang. Dari situ, keuntungan datang secara wajar, bukan lewat peruntungan sesaat.
Kalau hanya mengejar keuntungan cepat, itu sudah mirip menebak angka di undian. Tapi kalau memahami saham sebagai sarana menanam modal untuk masa depan, dengan kesabaran dan perhitungan, maka jalannya bisa sejalan dengan prinsip syariah dan jauh dari riba, gharar, dan maysir.
www.taufikazharim.web.id